JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Anggia Erma Rini meminta kepada pemerintah untuk lebih serius dalam menyiapkan kebutuhan pangan, terutama stok beras dalam bulan Ramadhan serta saat Idul Fitri nanti.
Menurut Anggia, Indonesia sebagai negara kepulauan. Ketersediaan pangan di tiap pulau mesti dipastikan telah mencukupi kebutuhan masyarakatnya. Dia menegaskan pentingnya agar tidak ada ulah-ulah yang dapat mengganggu ketersediaan pangan untuk masyarakat.
“Bulog menginformasikan cadangan beras pemerintah (CBP) tinggal 230 ribu ton, sementara pada saat yang sama Presiden menginstruksikan operasi pasar sebanyak 210 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Itu angka yang sangat riskan dan menguatirkan,” ujar Anggia di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/3) kemarin.
Politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini pun berharap kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) lebih sigap dan lebih koordinatif dengan semua stakeholder pangan, baik Bulog, ID Food, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan lainnya.
“Jangan main-main. Jika sampai kebutuhan pangan, baik beras, cabai, bawang, gula pasir, maupun daging sapi kekurangan, itu sama saja merencanakan chaos di tengah-tengah masyarakat secara tidak langsung,” ujarnya.
DPR menyebut saat ini di beberapa daerah di Indonesia terjadi kekurangan pasokan beras sehingga Kementerian Pertanian dan pihak terkait lainnya didorong untuk meningkatkan produksi, terlebih akan memasuki masa panen nanti.
”Kementerian Pertanian harus menggenjot produksi, dan sebentar lagi memasuki panen raya tentu nanti diserap oleh Bulog dalam rangka menghadapi bulan puasa dan Idulfitri,” katanya.
Politikus dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur ini pun menyampaikan bahwa Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementan RI yang sedianya digelar pada Senin (20/3/2023) ditunda akibat Dirjen Tanaman Pangan Kementan RI Suwandi, tidak hadir dalam rapat.
“Padahal direktorat tersebut yang paling krusial mengelola pangan, terutama prognosa atau perkiraan panen raya, luasan panen, serta jumlah luasan lahan yang hendak dipaparkan di hadapan Komisi IV DPR. Data itu kita butuhkan untuk kita diskusikan bersama serta kita assessment terkait seberapa akurat dan valid hasil panen raya kita dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional,” ujarnya.
Anggia juga menyinggung mengenai sejumlah komoditas yang mulai merangkak naik di pasaran. “Harga telur, cabai, dan bawang mulai naik di tingkat pengecer. Harga telur sudah di kisaran Rp 29 ribu per kilo, sementara cabai sampai menyentuh Rp 80 ribu per kilo.
Terkait soal tingkat inflasi, politisi wanita ini pun juga meminta kepada semua pihak khususnya pemerintah untuk dapat lebih mewaspadai dan memperhatikan.
“Sekarang harga beras medium sudah tidak ada yang di bawah Rp 10 ribu, rata-rata di pasaran malah di atas Rp 10 ribu. Menurut analisa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), setiap kenaikan harga beras seratus rupiah per kilo dapat mengakibatkan inflasi sebesar 0,03 persen. Sementara analisa BPS, sebagaimana dipaparkan Ketua Komisi IV kemarin, jika harga beras naik 20 persen, bisa memberikan andil inflasi 0,64 persen. Pemerintah mesti aware hal ini,” ujarnya.
Anggia menuturkan, problem inflasi pangan tidak boleh dianggap hal ringan dan sebelah mata. Banyak negara di dunia yang menaikkan suku bunga akibat inflasinya melambung tinggi di atas perkiraan.
“Sementara kemarin Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika bangkrut akibat kenaikan suku bunga tersebut. Begitu juga Credit Suisse Bank yang dianggap bank raksasa. Ini artinya, pemerintah harus cermat betul mengelola kesesuaian harga pangan kita,”pungkasnya.(adv)