23.5 C
Tulungagung
Friday, June 9, 2023

Mau Maju Harus Berani Keluar dari Zona Nyaman

Lebih Dekat dengan Agus Kurniawan, Kepala Kejaksaan Negeri Blitar

KOTA BLITAR – Menjadi lulusan terbaik di salah satu perguruan bergengsi di Provinsi Lampung, bukan berarti dapat perlakuan khusus. Agus Kurniawan juga harus melalui serangkaian seleksi dan ujian untuk dapat bergabung dengan Korps Adhyaksa. Tidak hanya soal, akademik, mental, dan psikologi. Bahkan, skripsi juga menjadi bahan saat interview.

“Bersaing dengan rekan-rekan dari perguruan tinggi ternama lain di Jawa, alhamdulillah kami lolos ujian ini,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar, Agus Kurniawan, saat ditemui di ruang kerjanya kemarin (30/3).

Hanya 40 orang yang diterima pada rekrutmen 1995 itu. Agus Kurniawan ditugaskan di Kalianda, Lampung Selatan. Dua tahun berikutnya, pria berkacamata ini mengikuti diklat jaksa. Enama bulan lamanya pendidikan ini dilakoni. Setelah lulus, dia ditempatkan di Kejari Palu, Sulawesi Tengah.

Kala itu, kondisi di Sulawesi Tengah tidak sedang baik-baik saja. Ada banyak kasus kerusuhan yang secara otomatis juga menjadi perkara yang harus dituntaskan. Bahkan, seorang jaksa setempat juga gugur dalam peristiwa tersebut. “Saya jaksa baru. Ada rekan yang tertembak. Dari situ, saya juga sedikit trauma. Ternyata tidak mudah menangani perkara kerusuhan,” kenang dia.

Beberapa tahun berikutnya, Agus dimutasi ke Jawa, tepatnya di Kejari Pandeglang. Lagi-lagi, perkara kerusuhan menjadi pekerjaan yang harus dituntaskan. Tidak hanya demonstrasi, kasus pertanahan menjadi tugas yang cukup berat. Sebab, perkara ini melibatkan kelompok masyarakat alias petani yang notabene didampingi oleh banyak praktisi hukum.

Memang tidak mudah. Namun bagi Agus, hal ini justru menjadi salah satu peluang untuk memperkaya pengetahuan dalam penanganan perkara. “Selain penerapan dan penegakan hukum, kita juga harus melihat fakta bahwa banyak masyarakat yang belum melek hukum dan sangat gampang terbawa arus provokasi,” tuturnya.

Perjalanan karir Agus Kurniawan dimulai dari wilayah Jawa Bawat. Selepas menjadi jaksa fungsional di Kejari Pandeglang, dia lantas masuk jajaran struktural di Kejari Cilegon sebagai kepala seksi pidana khusus (kasi pidsus). “Saat itu hanya muter-muter di Jawa Barat. Waktu itu, Cilegon dan Pandeglang itu masuk wilayah Kejati Jawa Barat. Kemudian, ada pemekaran Kejati Banten. Karena kebutuhan personel, kami ditarik ke Kejati Banten dan masuk bidang intel,” ucapnya.

Agus cukup lama berkutat di lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Dari bidang intel, lalu ke bidang penerangan hukum dan beberapa bidang lain.

Lama di Banten, pehobi bulu tangkis ini lantas mohon untuk dimutasi ke luar wilayah. Beruntung, keinginan tersebut pun dikabulkan. Agus lantas di mutasi ke Kejari Karawang menjadi kasi intel, sebuah posisi yang sudah cukup familier baginya.

Namun, ini juga tidak begitu lama. Sebab, pada 2007, dia kembali dimutasi ke Kejari Serang menjadi kasi pidsus. Lagi-lagi perkara lahan menjadi tugas yang harus ditangani. Pengadaan lahan oleh pemerintah daerah setempat kala itu menjadi jalan bagi beberapa anggota dewan masuk bui. Tak cukup di situ, kasus ini juga melibatkan pimpindan daerah yakni Gubernur Provinsi Banten. “Memang ada beberapa yang terjebak di tindak pidana korupsi, bahkan kami juga melakukan eksekusi mantan gubernur Banten yang pertama,” katanya.

Tahun 2009, Agus ditugaskan di ke Kejari Tangerang. Mengamankan persidangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, adalah pengalaman yang cukup menegangkan selama bertugas di Kejari Tangerang. Sebab, kasus ini juga melibatkan seorang petinggi lembaga hukum setempat yang masuk dalam pusaran kasus ketua komisi antirasuah tersebut.

Dinilai sukses, Agus lantas dipromosikan dan ditarik ke Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi bagian satgas intel. Kunjungan ke berbagai daerah menjadi rutinitas yang dilakukan. “ Saya cukup lama di Satgas Intel Kejaksaan Agung, sekitar 7 tahun. Cukup nyaman saat tugas di Kejagung ini. Bahkan, saya juga sempat melanjutkan pendidikan pascasarjana,”terangnya.

Saat itu, Agus sangat menikmati rutinitasnya. Betapa tidak, dia bertugas dekat dengan keluarga dan kantor pusat. Namun, beberapa rekan dan pimpinan memberikan masukan yang berbeda. Salah satunya, pertimbangan soal jenjang karir. “Dan memang kalau mau maju harus berani keluar dari zona nyaman,” imbuhya.

Pria kelahiran Lampung ini lantas mengambil peluang promosi menjadi pejabat eselon IIIb di Kejari Kalimatan Timur dan bertugas sebagai koordinator. Posisi ini hanya berlansgung selama tiga bulan. Sebab, Agus lantas ditugaskan sebagai pelaksana tugas (Plt) Kepala Kejari (Kajari) Bontang. Itu terjadi pada sekitar 2016-2017.

Dianggap mampu, setelah 8 bulan menjadi Plt Kajari Bontang, Agus ditetapkan sebagai kajari definitif. Ini sekaligus menjadi awal mula menjadi pucuk pimpinan Korps Adhyaksa di daerah. Sekitar tiga tahun berikutnya, dia dipercaya menjadi Kajari Kupang, Nusa Tenggara Timur. “Dari sana kami tahu Indonesia Timur. Ini pengalaman yang baik. Jaksa itu kalau belum berputar, bukan jaksa itu,” katanya lantas tertawa.

Tahun 2021, Agus masuk Kejati Papua menjadi asisten bidang pembinaan dan naik menjadi pejabat eselon IIIa. Maret 2023, pria ramah ini lantas dipercaya kembali ke Jawa dan menjadi Kajari Blitar. “Mohon dukungannya, mudah-mudahan kami bisa membawa manfaat. Yang jelas sesuai arahan pimpinan, jaksa harus berlaku humanis, profesional, dan integritas,” harap dia.

Terkait gaya kepemimpinan, Agus memiliki prinsip bahwa pimpinan harus mampu menjadi role model dalam sebuah organisasi. Sebab, hal ini secara otomatis akan membawa pengaruh untuk jajaran di bawahnya. (*/c1/hai)

KOTA BLITAR – Menjadi lulusan terbaik di salah satu perguruan bergengsi di Provinsi Lampung, bukan berarti dapat perlakuan khusus. Agus Kurniawan juga harus melalui serangkaian seleksi dan ujian untuk dapat bergabung dengan Korps Adhyaksa. Tidak hanya soal, akademik, mental, dan psikologi. Bahkan, skripsi juga menjadi bahan saat interview.

“Bersaing dengan rekan-rekan dari perguruan tinggi ternama lain di Jawa, alhamdulillah kami lolos ujian ini,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar, Agus Kurniawan, saat ditemui di ruang kerjanya kemarin (30/3).

Hanya 40 orang yang diterima pada rekrutmen 1995 itu. Agus Kurniawan ditugaskan di Kalianda, Lampung Selatan. Dua tahun berikutnya, pria berkacamata ini mengikuti diklat jaksa. Enama bulan lamanya pendidikan ini dilakoni. Setelah lulus, dia ditempatkan di Kejari Palu, Sulawesi Tengah.

Kala itu, kondisi di Sulawesi Tengah tidak sedang baik-baik saja. Ada banyak kasus kerusuhan yang secara otomatis juga menjadi perkara yang harus dituntaskan. Bahkan, seorang jaksa setempat juga gugur dalam peristiwa tersebut. “Saya jaksa baru. Ada rekan yang tertembak. Dari situ, saya juga sedikit trauma. Ternyata tidak mudah menangani perkara kerusuhan,” kenang dia.

Beberapa tahun berikutnya, Agus dimutasi ke Jawa, tepatnya di Kejari Pandeglang. Lagi-lagi, perkara kerusuhan menjadi pekerjaan yang harus dituntaskan. Tidak hanya demonstrasi, kasus pertanahan menjadi tugas yang cukup berat. Sebab, perkara ini melibatkan kelompok masyarakat alias petani yang notabene didampingi oleh banyak praktisi hukum.

- Advertisement -

Memang tidak mudah. Namun bagi Agus, hal ini justru menjadi salah satu peluang untuk memperkaya pengetahuan dalam penanganan perkara. “Selain penerapan dan penegakan hukum, kita juga harus melihat fakta bahwa banyak masyarakat yang belum melek hukum dan sangat gampang terbawa arus provokasi,” tuturnya.

Perjalanan karir Agus Kurniawan dimulai dari wilayah Jawa Bawat. Selepas menjadi jaksa fungsional di Kejari Pandeglang, dia lantas masuk jajaran struktural di Kejari Cilegon sebagai kepala seksi pidana khusus (kasi pidsus). “Saat itu hanya muter-muter di Jawa Barat. Waktu itu, Cilegon dan Pandeglang itu masuk wilayah Kejati Jawa Barat. Kemudian, ada pemekaran Kejati Banten. Karena kebutuhan personel, kami ditarik ke Kejati Banten dan masuk bidang intel,” ucapnya.

Agus cukup lama berkutat di lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Dari bidang intel, lalu ke bidang penerangan hukum dan beberapa bidang lain.

Lama di Banten, pehobi bulu tangkis ini lantas mohon untuk dimutasi ke luar wilayah. Beruntung, keinginan tersebut pun dikabulkan. Agus lantas di mutasi ke Kejari Karawang menjadi kasi intel, sebuah posisi yang sudah cukup familier baginya.

Namun, ini juga tidak begitu lama. Sebab, pada 2007, dia kembali dimutasi ke Kejari Serang menjadi kasi pidsus. Lagi-lagi perkara lahan menjadi tugas yang harus ditangani. Pengadaan lahan oleh pemerintah daerah setempat kala itu menjadi jalan bagi beberapa anggota dewan masuk bui. Tak cukup di situ, kasus ini juga melibatkan pimpindan daerah yakni Gubernur Provinsi Banten. “Memang ada beberapa yang terjebak di tindak pidana korupsi, bahkan kami juga melakukan eksekusi mantan gubernur Banten yang pertama,” katanya.

Tahun 2009, Agus ditugaskan di ke Kejari Tangerang. Mengamankan persidangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, adalah pengalaman yang cukup menegangkan selama bertugas di Kejari Tangerang. Sebab, kasus ini juga melibatkan seorang petinggi lembaga hukum setempat yang masuk dalam pusaran kasus ketua komisi antirasuah tersebut.

Dinilai sukses, Agus lantas dipromosikan dan ditarik ke Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi bagian satgas intel. Kunjungan ke berbagai daerah menjadi rutinitas yang dilakukan. “ Saya cukup lama di Satgas Intel Kejaksaan Agung, sekitar 7 tahun. Cukup nyaman saat tugas di Kejagung ini. Bahkan, saya juga sempat melanjutkan pendidikan pascasarjana,”terangnya.

Saat itu, Agus sangat menikmati rutinitasnya. Betapa tidak, dia bertugas dekat dengan keluarga dan kantor pusat. Namun, beberapa rekan dan pimpinan memberikan masukan yang berbeda. Salah satunya, pertimbangan soal jenjang karir. “Dan memang kalau mau maju harus berani keluar dari zona nyaman,” imbuhya.

Pria kelahiran Lampung ini lantas mengambil peluang promosi menjadi pejabat eselon IIIb di Kejari Kalimatan Timur dan bertugas sebagai koordinator. Posisi ini hanya berlansgung selama tiga bulan. Sebab, Agus lantas ditugaskan sebagai pelaksana tugas (Plt) Kepala Kejari (Kajari) Bontang. Itu terjadi pada sekitar 2016-2017.

Dianggap mampu, setelah 8 bulan menjadi Plt Kajari Bontang, Agus ditetapkan sebagai kajari definitif. Ini sekaligus menjadi awal mula menjadi pucuk pimpinan Korps Adhyaksa di daerah. Sekitar tiga tahun berikutnya, dia dipercaya menjadi Kajari Kupang, Nusa Tenggara Timur. “Dari sana kami tahu Indonesia Timur. Ini pengalaman yang baik. Jaksa itu kalau belum berputar, bukan jaksa itu,” katanya lantas tertawa.

Tahun 2021, Agus masuk Kejati Papua menjadi asisten bidang pembinaan dan naik menjadi pejabat eselon IIIa. Maret 2023, pria ramah ini lantas dipercaya kembali ke Jawa dan menjadi Kajari Blitar. “Mohon dukungannya, mudah-mudahan kami bisa membawa manfaat. Yang jelas sesuai arahan pimpinan, jaksa harus berlaku humanis, profesional, dan integritas,” harap dia.

Terkait gaya kepemimpinan, Agus memiliki prinsip bahwa pimpinan harus mampu menjadi role model dalam sebuah organisasi. Sebab, hal ini secara otomatis akan membawa pengaruh untuk jajaran di bawahnya. (*/c1/hai)


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/