23.5 C
Tulungagung
Friday, June 9, 2023

Legislator di Trenggalek, Lebih Getol Uji Publik

Trenggalek – Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Trenggalek tampaknya tidak bisa bekerja santai dalam menyusun peraturan daerah (perda). Pasalnya, mereka harus turun ke bawah untuk mensosialisasikan perda yang akan dibuat untuk proses kesempurnaanya.

Apalagi saat ini uji publik rancangan peraturan daerah (raperda) telah memasuki tahap ke-2. Pada tahapan ini, sebanyak 23 wakil rakyat atau legislator harus getol dalam mensosialisasikan di berbagai dapil semata-mata untuk kesempurnaan payung hukum. “Karena itu kegiatan tersebut terus kami monitor seperti yang sudah dilakukan pada uji publik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Ponpes dan Madrasah di wilayah Kecamatan Pule,” ungkap Sekretaris DPRD Trenggalek Mohtarom.

Adapun perwakilan dewan yang mengampu uji publik raperda itu adalah Satam. Namun dalam hal pemantauan, Sekretariat DPRD (setwan) tidak bisa melakukan sekaligus, mengingat proses tersebut telah dilakukan penjadwalan, bahkan ada yang dilakukan pada malam hari. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan, seperti kesanggupan para audiens hadir untuk mendengar sosialisasi. “Kendati prosesnya dalam satu hari ada yang dilakukan pada malam hari, namum kami tetap akan melakukan pantauan,” katanya.

Dinamika uji publik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Ponpes dan Madrasah berjalan lancer. Terindikasi dari tingkat kehadiran peserta 100 persen atau 50 orang, dan warga berharap raperda dapat segera dilaksanakan.

Raperda itu bertujuan untuk membantu santri-santri mendapat ijazah segera pendidikan formal. Sebab selama ini para santri yang belajar di pesantren dan pondok-pondok belum bisa disetarakan dengan pendidikan formal. “Harapannya dengan perda ini ponpes ini bisa memayungi terhadap mereka yang belajar di ponpes, sehingga nanti ketika lulus bisa disetarakan dengan pendidikan formal,” imbuhnya.

Di sisi lain, Mohtarom berujar, tahapan uji publik raperda ini masih kurang sekitar tiga bulan lagi. Pasalnya saat melihat perencanaan di APBD, agenda uji publik dianggarkan sebanyak 9 bulan. Namun karena intensitas kegiatan dilakukan dua kali dalam sebulan (tiap Rabu, Red). Maka uji publik raperda bisa rampung dalam empat bulan. “Kalau sebulan diisi dua kali, itu berjalan empat bulan, dan ini masuk bulan pertama, berarti kurang tiga bulan lagi,” ujarnya.

Materi raperda dalam pelaksanaan uji publik itu tidak ditentukan. Pihak setwan memberikan kebebasan bagi wakil rakyat memilih mana-mana raperda yang dinilai urgen. “Kira cuma mematok raperda yang masuk ke dalam propermperda,” katanya.

Sementara ketika tahapan uji publik selesai, selanjutnya hasil uji publik dapat menjadi bahan untuk menyempurnakan raperda saat dibahas di tingkat pansus. Sehingga dalam uji publik tersebut diberikan kebebasan ranperda mana yang dipilih. Sehingga dalam hal ini setwan hanya mematok di propemperda, ada beberapa jumlah raperda.

Jadi jenis raperda apa saja yang kita perlu diuji publikkan ke masyarakat tersebut bebas, sebab sebagai referensi pembahasan di tingkat pansus. “Pada proses itu diperkirakan apa  isi materi raperda itu bisa diterima seluruhnya atau tidak. Kalau ada yang dianggap kurang, ada yang tidak perlu dicantumkan disitu, ada hal yang disepakati, itu akan jadi bahan pertimbangan untuk pembahasan di tingkat pansus,” pungkasnya. (tra/jaz)

 

Trenggalek – Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Trenggalek tampaknya tidak bisa bekerja santai dalam menyusun peraturan daerah (perda). Pasalnya, mereka harus turun ke bawah untuk mensosialisasikan perda yang akan dibuat untuk proses kesempurnaanya.

Apalagi saat ini uji publik rancangan peraturan daerah (raperda) telah memasuki tahap ke-2. Pada tahapan ini, sebanyak 23 wakil rakyat atau legislator harus getol dalam mensosialisasikan di berbagai dapil semata-mata untuk kesempurnaan payung hukum. “Karena itu kegiatan tersebut terus kami monitor seperti yang sudah dilakukan pada uji publik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Ponpes dan Madrasah di wilayah Kecamatan Pule,” ungkap Sekretaris DPRD Trenggalek Mohtarom.

Adapun perwakilan dewan yang mengampu uji publik raperda itu adalah Satam. Namun dalam hal pemantauan, Sekretariat DPRD (setwan) tidak bisa melakukan sekaligus, mengingat proses tersebut telah dilakukan penjadwalan, bahkan ada yang dilakukan pada malam hari. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan, seperti kesanggupan para audiens hadir untuk mendengar sosialisasi. “Kendati prosesnya dalam satu hari ada yang dilakukan pada malam hari, namum kami tetap akan melakukan pantauan,” katanya.

Dinamika uji publik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Ponpes dan Madrasah berjalan lancer. Terindikasi dari tingkat kehadiran peserta 100 persen atau 50 orang, dan warga berharap raperda dapat segera dilaksanakan.

Raperda itu bertujuan untuk membantu santri-santri mendapat ijazah segera pendidikan formal. Sebab selama ini para santri yang belajar di pesantren dan pondok-pondok belum bisa disetarakan dengan pendidikan formal. “Harapannya dengan perda ini ponpes ini bisa memayungi terhadap mereka yang belajar di ponpes, sehingga nanti ketika lulus bisa disetarakan dengan pendidikan formal,” imbuhnya.

- Advertisement -

Di sisi lain, Mohtarom berujar, tahapan uji publik raperda ini masih kurang sekitar tiga bulan lagi. Pasalnya saat melihat perencanaan di APBD, agenda uji publik dianggarkan sebanyak 9 bulan. Namun karena intensitas kegiatan dilakukan dua kali dalam sebulan (tiap Rabu, Red). Maka uji publik raperda bisa rampung dalam empat bulan. “Kalau sebulan diisi dua kali, itu berjalan empat bulan, dan ini masuk bulan pertama, berarti kurang tiga bulan lagi,” ujarnya.

Materi raperda dalam pelaksanaan uji publik itu tidak ditentukan. Pihak setwan memberikan kebebasan bagi wakil rakyat memilih mana-mana raperda yang dinilai urgen. “Kira cuma mematok raperda yang masuk ke dalam propermperda,” katanya.

Sementara ketika tahapan uji publik selesai, selanjutnya hasil uji publik dapat menjadi bahan untuk menyempurnakan raperda saat dibahas di tingkat pansus. Sehingga dalam uji publik tersebut diberikan kebebasan ranperda mana yang dipilih. Sehingga dalam hal ini setwan hanya mematok di propemperda, ada beberapa jumlah raperda.

Jadi jenis raperda apa saja yang kita perlu diuji publikkan ke masyarakat tersebut bebas, sebab sebagai referensi pembahasan di tingkat pansus. “Pada proses itu diperkirakan apa  isi materi raperda itu bisa diterima seluruhnya atau tidak. Kalau ada yang dianggap kurang, ada yang tidak perlu dicantumkan disitu, ada hal yang disepakati, itu akan jadi bahan pertimbangan untuk pembahasan di tingkat pansus,” pungkasnya. (tra/jaz)

 


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/