KOTA, Radar Trenggalek – Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Trenggalek 2020 ini meninggalkan perbedaan data pada tingkat partisipasi pemilih. KPU Trenggalek menyebut ada peningkatan sebesar 0,1 persen dari Pilbup 2015. Sebaliknya, Bawaslu menyebut ada penurunan sebesar 0,23 persen. Sehingga data dari dua lembaga penyelenggara pemilu tersebut saling berseberangan.
Ketua KPU Kabupaten Trenggalek Gembong Derita Hadi mengatakan, partisipasi masyarakat yang ikut Pilkada 2015 lalu mencapai 67,8 persen, sedangkan pada 9 Desember 2020 mencapai 67,9 persen. “Prediksi kami akan ada penurunan, ternyata ada kenaikan. Dari yang sebelumnya 67,8, sekarang (pascarekapitulasi tingkat kabupaten, Red) mencapai 67,9 persen. Jadi ada kenaikan 0,1 persen. Ini adalah prestasi dari semua pihak,” ungkapnya.
Dia tak memungkiri, tingkat partisipasi masyarakat pemilu pada 2020 dan 2015 tidak naik signifikan. Menurut dia, Pilbup 2020 diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19. Sehingga dapat memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. “Jadi andaikata bukan di masa pandemi Covid-19, bisa lebih tinggi (tingkat partisipasi, Red). Karena ini di era pandemi, ternyata banyak hal yang memengaruhi,” ujarnya.
Pada Pilbup 2020, kata Gembong, terjadi perubahan kebiasaan masyarakat. Dari yang semula masyarakat dapat pergi ke mana-mana bebas tanpa menggunakan masker, kini kebiasaan tersebut lebih diperketat yang mengharuskan mereka keluar rumah harus memakai masker.
Perubahan kebiasaan itu pun dilaksanakan di 1.550 tempat pemungutan suara (TPS). Yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari tertib memakai masker, cuci tangan dengan sabun, pengecekan suhu tubuh, dan menjaga jarak. “Bahkan, ukuran TPS juga diatur. Ini yang dapat memengaruhi itu semua (tingkat partisipasi, Red),” tegasnya.
Disinggung terkait upaya sosialisasi, menurut dia, pendidikan bagi pemilih mulai dari tata cara pemilihan hingga pemilihan di tengah pandemi sudah dilakukan. Namun diakuinya, masih ada 32,1 persen yang tidak hadir dari total daftar pemilih tetap (DPT) 581.880 orang. Pihaknya juga menemukan sebanyak 13.864 surat suara tidak sah.
KPU tidak memandang bahwa tingkat partisipasi dan surat suara tidak sah tersebut disebabkan kurang maksimalnya upaya semasa sosialisasi. Menurut Gembong, partisipasi masyarakat sampai menemukan surat suara tidak sah itu tergantung dengan pemilih masing-masing.
Indikasinya, temuan surat suara yang tidak sah didominasi karena dicoblos dua-duanya (foto paslon, Red). Adapun yang mencoblos tidak dengan alat yang disediakan di TPS. “Saya kira bukan soal sosialisasi. Menurut saya, kebanyakan sudah disengaja. Jadi ya memang seperti itu, memilih adalah hak dan kami tidak bisa memaksa,” jelasnya. (*)