23.5 C
Tulungagung
Friday, June 9, 2023

13 SD Negeri di Trenggalek Gagal Kena Regrouping, Ada Kebijakan Lain

Trenggalek – Para kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan di SD negeri yang memiliki siswa sedikit harus terus berinovasi untuk meningkatkan jumlah siswanya. Pasalnya, tahun ini (2023, Red) kendati siswa tergolong sedikit, tetapi tidak akan dilakukan regrouping. 

Hal tersebut terjadi lantaran kebijakan bupati yang menghendaki agar para warga di sekolah bersangkutan lebih melakukan inovasi untuk menarik minat calon siswa. Sebab, berdasarkan kajian sementara, kekurangan siswa tersebut lantaran SD negeri kalah bersaing dengan sekolah swasta, atau yang ber-basic agama. Dengan begitu, perlu dilakukan inovasi agar SD tersebut mampu bersaing. “Karena itu bupati meminta kami agar terus melakukan pembinaan kepada sekolah-sekolah tersebut, agar mereka terus mengembangkan inovasi sebagai langkah promosi,” ungkap Kabid Pembinaan Pendidikan SD Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Trenggalek, M. Ika Rahmanu. 

Dia melanjutkan, dalam proses inovasi tersebut lebih mengedepankan pembangunan pendidikan karakter, sesuai konsep Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam kurikulum merdeka belajar. Selain itu, tidak lupa pendidikan karakter yang dibangun bisa berlandaskan agama dengan nuansa pondok, tetapi tetap ditekankan nilai-nilai Pancasila. “Dari situ diharapkan daya tarik SD negeri tidak kalah dengan swasta, sehingga tidak sampai kekurangan murid,” katanya. 

Sebenarnya terkait proses regrouping tersebut, pada 2022 kemarin, disdikpora telah mengusulkan 13 SD negeri untuk proses regrouping tahun ini (2023). Sebab, untuk proses tersebut diperlukan waktu, mengingat harus menata kelembagaan yang baru juga membuat peraturan bupati (perbup) sebagai landasan. Dengan kebijakan yang baru tersebut, otomatis proses yang telah dilakukan pada tahun lalu berhenti. 

Untuk 13 SD negeri tersebut, ada sejumlah faktor yang mendasari diusulkannya regrouping. Pertama adalah kekurangan murid, lalu efisiensi belanja pegawai, dan masalah kekurangan guru. Selain itu, juga ada beberapa faktor lain seperti jarak sekolah yang relatif dekat dan mudah dijangkau jika dilakukan regrouping. Sebab, berdasarkan data yang ada di disdikpora, sebenarnya ada sekitar 80 SD negeri yang memiliki siswa kurang dari 60 anak, atau kurang dari 10 anak tiap kelas. “Jumlah usulan SD negeri yang rencananya akan kami regrouping atau siswa kurang dari 60 tersebar di berbagai kecamatan, termasuk di pegunungan dan pelosok,” imbuh pria yang akrab disapa Ika tersebut. 

Namun untuk kasus SD negeri di daerah terpencil yang siswanya terbatas, menurut Ika, justru tidak mungkin ditutup. Sebagai contoh, SDN 3 Widoro, Kecamatan Gandusari. Alasannya, jika sekolah ditutup, maka anak-anak di daerah tersebut terancam putus sekolah, karena harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk bisa mencapai SD lain yang masih beroperasi. Dengan demikian, walaupun siswanya 15 tidak mungkin regrouping, karena keberadaan sekolah merupakan suatu bentuk layanan terhadap warga negara. “Jadi untuk 13 usulan regrouping itu masih sebatas draf, kami belum komunikasi dengan pemerintah desa, dengan wali murid, dan pihak lainnya. Sedangkan untuk tahun 2023 ini dipastikan tidak ada regrouping,” jelasnya. (jaz/c1)

Trenggalek – Para kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan di SD negeri yang memiliki siswa sedikit harus terus berinovasi untuk meningkatkan jumlah siswanya. Pasalnya, tahun ini (2023, Red) kendati siswa tergolong sedikit, tetapi tidak akan dilakukan regrouping. 

Hal tersebut terjadi lantaran kebijakan bupati yang menghendaki agar para warga di sekolah bersangkutan lebih melakukan inovasi untuk menarik minat calon siswa. Sebab, berdasarkan kajian sementara, kekurangan siswa tersebut lantaran SD negeri kalah bersaing dengan sekolah swasta, atau yang ber-basic agama. Dengan begitu, perlu dilakukan inovasi agar SD tersebut mampu bersaing. “Karena itu bupati meminta kami agar terus melakukan pembinaan kepada sekolah-sekolah tersebut, agar mereka terus mengembangkan inovasi sebagai langkah promosi,” ungkap Kabid Pembinaan Pendidikan SD Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Trenggalek, M. Ika Rahmanu. 

Dia melanjutkan, dalam proses inovasi tersebut lebih mengedepankan pembangunan pendidikan karakter, sesuai konsep Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam kurikulum merdeka belajar. Selain itu, tidak lupa pendidikan karakter yang dibangun bisa berlandaskan agama dengan nuansa pondok, tetapi tetap ditekankan nilai-nilai Pancasila. “Dari situ diharapkan daya tarik SD negeri tidak kalah dengan swasta, sehingga tidak sampai kekurangan murid,” katanya. 

Sebenarnya terkait proses regrouping tersebut, pada 2022 kemarin, disdikpora telah mengusulkan 13 SD negeri untuk proses regrouping tahun ini (2023). Sebab, untuk proses tersebut diperlukan waktu, mengingat harus menata kelembagaan yang baru juga membuat peraturan bupati (perbup) sebagai landasan. Dengan kebijakan yang baru tersebut, otomatis proses yang telah dilakukan pada tahun lalu berhenti. 

Untuk 13 SD negeri tersebut, ada sejumlah faktor yang mendasari diusulkannya regrouping. Pertama adalah kekurangan murid, lalu efisiensi belanja pegawai, dan masalah kekurangan guru. Selain itu, juga ada beberapa faktor lain seperti jarak sekolah yang relatif dekat dan mudah dijangkau jika dilakukan regrouping. Sebab, berdasarkan data yang ada di disdikpora, sebenarnya ada sekitar 80 SD negeri yang memiliki siswa kurang dari 60 anak, atau kurang dari 10 anak tiap kelas. “Jumlah usulan SD negeri yang rencananya akan kami regrouping atau siswa kurang dari 60 tersebar di berbagai kecamatan, termasuk di pegunungan dan pelosok,” imbuh pria yang akrab disapa Ika tersebut. 

- Advertisement -

Namun untuk kasus SD negeri di daerah terpencil yang siswanya terbatas, menurut Ika, justru tidak mungkin ditutup. Sebagai contoh, SDN 3 Widoro, Kecamatan Gandusari. Alasannya, jika sekolah ditutup, maka anak-anak di daerah tersebut terancam putus sekolah, karena harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk bisa mencapai SD lain yang masih beroperasi. Dengan demikian, walaupun siswanya 15 tidak mungkin regrouping, karena keberadaan sekolah merupakan suatu bentuk layanan terhadap warga negara. “Jadi untuk 13 usulan regrouping itu masih sebatas draf, kami belum komunikasi dengan pemerintah desa, dengan wali murid, dan pihak lainnya. Sedangkan untuk tahun 2023 ini dipastikan tidak ada regrouping,” jelasnya. (jaz/c1)


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/