TULUNGAGUNG – Faruuq, sapaan akrab pria tersebut bercerita, perjalanan mengerjakan disertasi secara resmi dimulai tahun 2019. Lantas pada Juli 2022 lalu, disertasinya berjudul Manajemen Pemasaran Lembaga Pendidikan Islam Swasta Berdaya Saing (Studi Multikasus di Sekolah Menengah Pertama Islam Al-Azhaar dan Sekolah Menengah Pertama Islam Al-Badar Tulungagung), sudah memenuhi syarat dipromosikan untuk mengemban gelar doktor pada pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. “Tentu tetap ada kekurangan, tapi sudah dianggap memenuhi sebagai salah satu syarat menjadi doktor,” katanya.
Ada tiga alasan dia selesaikan studi sampai memperoleh gelar doktor. Pertama, adalah perintah agama untuk terus melanjutkan pendidikan. Kedua, bentuk tanggungjawab seorang dosen (sebelum menjadi anggota DPRD Tulungagung) dituntut ada peningkatan kualitas. Saat ini, seorang dosen dituntut untuk memiliki gelar S3.
Motivasi ketiga, lanjut dia, sebagai anggota dewan juga memberikan kesempatan baginya meraih gelar doktor. Semampang, dengan mengerjakan disertasi berarti kerja otak semakin maksimal. Harapannya apa yang dikerjakan menjadi sebuah tanggungjawab moral kepada konstituennya.
“Itu cara untuk melayani para konstituen saya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung advokasi dijalankan, bantuan-bantuan kita berikan. Pelayanan secara tidak langsung yaitu meningkatkan kualitas diri, karena ketika wakil mereka bertambah kualitasnya, tentu masyarakat akan lebih puas,” jelasnya.
Dengan background bidang pendidikan, dia harus meluangkan banyak waktu untuk mulai kembali mempelajari produk hukum sebagai tanggungjawabnya sebagai seorang anggota dewan. Apalagi dengan keterbatasan yang dimiliki, membuat waktu mengerjakan disertasi menjadi lama. Meskipun tertatih-tatih, faktanya politisi PKS ini bisa merampungkan disertasinya.
Dalam disertasinya, Faruuq menjelaskan, fokus yang coba diangkat adalah pemasaran lembaga pendidikan Islam. Materi itu dianggap menarik lantaran beberapa hal. Pertama adalah berubahnya konsep pemasaran, utamanya dengan pemasaran lama dengan pemasaran baru.
Untuk konsep pemasaran lama, yaitu usaha sebaik-baiknya menjual produk sebanyak-banyaknya, atau titik tekan berada pada produk yang dijual. Berbeda dengan konsep pemasaran baru, pemasaran dianggap sebagai upaya yang berkesinambungan demi kepuasan pelanggan. Karena kalau pelanggan merasa puas, kedepannya bisa dipastikan akan membeli produk itu kembali. “Konsep pemasaran baru ini dirasa belum sampai kepada semua lembaga pendidikan Islam,” katanya.
Kedua, lanjut dia, kondisi faktual yang terjadi, yakni selama ini lembaga pendidikan Islam umumnya didirikan seorang kiai yang ikhlas hanya mengharapkan ridha Allah. Titik tekannya adalah pada keikhlasan, selain itu lembaga pendidikan Islam tersebut merupakan lembaga non-profit yang tidak mencari keuntungan, kalaupun ada biaya itu untuk biaya operasional saja bukanlah sebagai profit. “Berangkat dari dua hal tersebut, menyebabkan kesimpulan kurang tepat pada sebagian kalangan lembaga pendidikan. Mereka mengabaikan proses marketing atau pemasaran, apalagi ketika berbiaya dengan berbagai alasan yang ada,” jelasnya.
Dengan konsep pemasaran baru, lanjut dia, kondisinya tidaklah demikian. Sebab konsep pemasaran baru menjadi kebutuhan semuanya termasuk penyelenggara lembaga pendidikan Islam. Apabila sebuah lembaga pendidikan Islam tidak mempunyai murid, lantas siapakah yang akan diajar? Padahal seorang murid adalah pelanggan atau stakeholder lembaga pendidikan Islam itu sendiri. “Ketika ada pelanggan, berarti ada kebutuhan tentang pemasaran. Karena pemasaran baru menuntut bagaimana memuaskan stakeholder-nya, maka siapapun harus memikirkannya,” katanya.
Dari hasil penelitiannya, di Tulungagung ada dua lembaga pendidikan Islam yang sudah lebih dulu sadar dan melek akan pemasaran baru ini. Itulah yang coba untuk diangkat, agar lembaga lain bisa mencontoh dan mengikuti jejaknya. “Di Tulungagung, dua lembaga yang saya anggap sudah representatif mengaplikasikan pemasaran baru adalah di SMP Al-Azhar serta SMP Al-Badar. Dari dua SMP itu, saya kaji tentang konsep, strategi, dan implikasinya seperti apa,” katanya.
Hasilnya, saat dua lembaga pendidikan tersebut menerapkan kepuasan stakeholder intinya menguatkan teori yang ada. Ketika lembaga pendidikan itu melaksanakan pemasaran dengan konsep masing-masing, maka stakeholder-nya semakin puas.
Contoh konsep sekolah inklusi yang dijalankan SMP Al-Azhar, yakni dengan menerima siswa dari latar belakang apapun termasuk siswa yang berkebutuhan khusus. Itu sebagai ciri khas yang tidak dimiliki lembaga pendidikan lain, dan menjadi pilihan orang tua anak dengan berkebutuhan khusus yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah umum, bukan sekolah berkebutuhan khusus.
“Kemudian dari konsep yang sudah jelas tersebut, SMP Al-Azhar melakukan pemasaran seperti iklan di media massa, atau mulut ke mulut lewat orang tua siswa,” katanya.
Dalam sidang terbukanya yang dilaksanakan pada 1 Februari lalu, Faruuq dihadapkan dengan total 7 penguji, 4 orang profesor serta 3 orang doktor dan dihadiri sekitar 50 peserta dari berbagai elemen. Butuh waktu selama dua jam dan dicecar dengan berbagai pertanyaan. Tapi Faruuq bisa mempertahankan inti dari disertasinya sehingga dinyatakan lulus dengan revisi serta mendapatkan predikat sangat memuaskan (nilai B+). (*/din)