23.9 C
Tulungagung
Thursday, June 8, 2023

Budhianto Olah Limbah Kaca Sebagai Media Lukis, Biar Anti Mainstream

TULUNGAGUNG – Melukis tidak hanya menggunakan media mainstream, sebut saja kanvas yang lazim digunakan. Luasnya seni rupa membuat alternatif media lainnya bisa dimanfaatkan, termasuk media terbilang limbah. Itulah yang dilakukan Budhianto,  warga Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru,  yang mulai tahun 1996 telah aktif melukis dengan media kaca, bambu, bahkan melukis di atas piring.

Ada puluhan lukisan dengan beraneka jenis tema terpampang di rumah Budhianto. Ada satu yang menarik perhatian, yakni pada salah satu sudutnya t yang dimanfaatkannya untuk melukis. Itu hanya salah satu contoh, faktanya sudah banyak hasil karya lukis kaca yang dihasilkannya. Selain dikoleksi secara pribadi, beberapa pihak tertarik untuk meminang lukisannya.

“Saya itu dari kecil sudah suka melukis, belajarnya secara otodidak, tanpa pendidikan seni yang diikuti,” ungkap Budi, sapaan akrab pria tersebut.Budi bercerita, sebelum melukis dengan berbagai media seperti saat ini, dia sebelumnya masih menggunakan media kanvas. Baru sekitar tahun 1996, dia mulai belajar melukis menggunakan media kaca. Hal itu tentu memiliki teknik yang berbeda dengan melukis pada media kanvas. Namun, tidak lama baginya untuk bisa menguasai teknik melukis dengan kaca ini.

“Sangat berbeda antara melukis kaca dan melukis dengan kanvas. Kalau melukis kaca, kita menggambarnya dari belakang. Terus untuk bahan warnanya tidak sama, kalau lukis kaca ini pakai cat besi atau cat kayu,” ujarnya.“Kesulitannya itu terletak pada metode terbaliknya. Kalau tidak sabaran, lukisan itu bisa gagal. Karena kita harus menunggu catnya kering dulu,” sambungnya.Karena perbedaan teknik yang mencolok itu, dia berkesimpulan bahwa seniman yang bisa melukis kaca secara otomatis bisa melukis pada kanvas. Sebaliknya, pelukis kanvas harus mempelajari teknik-teknik tertentu apabila ingin melukis dengan media kaca.

Budi melanjutkan, untuk mencari kaca sebagai media lukis kadangkala mudah dan gratis. Bahkan, biasanya dianggap limbah yang sudah tidak digunakan pemiliknya dan diberikan secara cuma-cuma untuknya sebagai media menggambar. Meskipun notabenenya adalah limbah dan tanpa modal, tetapi ketika diberikan sentuhan-sentuhan seni berubah memiliki nilai ekonomis tinggi.“Seperti kaca bekas bus, saya cari di tempat loak. Sebenarnya mau saya beli, tapi sama pemiliknya suruh membawa saja, tidak usah dibayar,” katanya sambil menunjuk salah satu lukisannya dengan media bekas kaca bus.

Namun begitu, lanjut dia, lukis kaca yang puluhan tahun digelutinya ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, pernah ada seniman di Indonesia  getol membuatnya, dan biasanya yang digambar pada media kaca adalah tokoh pewayangan. Dia menyebutnya dengan lukis kaca tradisional. Secara pribadi, dia mencoba untuk membawa seni lukis kaca lebih modern. Caranya dengan melukis sesuai gagasan yang ingin dibuat oleh pelukisnya. Bisa sketsa wajah, bisa flora fauna, atau bisa tokoh pewayangan.

“Dengan media kaca, kita bisa melukis apa saja. Banyak pesanan sketsa wajah datang ke saya, ya tetap dibuatkan,” katanya.Lukisan kaca yang dia buat, banyak dibeli masyarakat dalam maupun luar Tulungagung. Beberapa lukisan kacanya juga dibeli oleh beberapa pejabat di Tulungagung. Namun, bukanlah cuan yang dipandang, karena melukis adalah hobi baginya dan bukan sumber utama ekonominya. Dengan begitu, meskipun telah nimbrung puluhan tahun, karya-karyanya tetap bisa eksis hingga sekarang. “Saya pernah ikut pameran.  Ada satu orang dari Jakarta yang datang pada pameran itu dan langsung membeli lukisan saya setelah melihat lukisan kaca saya. Waktu itu lukisan gambar Vespa,” tutupnya. (*/c1/din)

TULUNGAGUNG – Melukis tidak hanya menggunakan media mainstream, sebut saja kanvas yang lazim digunakan. Luasnya seni rupa membuat alternatif media lainnya bisa dimanfaatkan, termasuk media terbilang limbah. Itulah yang dilakukan Budhianto,  warga Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru,  yang mulai tahun 1996 telah aktif melukis dengan media kaca, bambu, bahkan melukis di atas piring.

Ada puluhan lukisan dengan beraneka jenis tema terpampang di rumah Budhianto. Ada satu yang menarik perhatian, yakni pada salah satu sudutnya t yang dimanfaatkannya untuk melukis. Itu hanya salah satu contoh, faktanya sudah banyak hasil karya lukis kaca yang dihasilkannya. Selain dikoleksi secara pribadi, beberapa pihak tertarik untuk meminang lukisannya.

“Saya itu dari kecil sudah suka melukis, belajarnya secara otodidak, tanpa pendidikan seni yang diikuti,” ungkap Budi, sapaan akrab pria tersebut.Budi bercerita, sebelum melukis dengan berbagai media seperti saat ini, dia sebelumnya masih menggunakan media kanvas. Baru sekitar tahun 1996, dia mulai belajar melukis menggunakan media kaca. Hal itu tentu memiliki teknik yang berbeda dengan melukis pada media kanvas. Namun, tidak lama baginya untuk bisa menguasai teknik melukis dengan kaca ini.

“Sangat berbeda antara melukis kaca dan melukis dengan kanvas. Kalau melukis kaca, kita menggambarnya dari belakang. Terus untuk bahan warnanya tidak sama, kalau lukis kaca ini pakai cat besi atau cat kayu,” ujarnya.“Kesulitannya itu terletak pada metode terbaliknya. Kalau tidak sabaran, lukisan itu bisa gagal. Karena kita harus menunggu catnya kering dulu,” sambungnya.Karena perbedaan teknik yang mencolok itu, dia berkesimpulan bahwa seniman yang bisa melukis kaca secara otomatis bisa melukis pada kanvas. Sebaliknya, pelukis kanvas harus mempelajari teknik-teknik tertentu apabila ingin melukis dengan media kaca.

Budi melanjutkan, untuk mencari kaca sebagai media lukis kadangkala mudah dan gratis. Bahkan, biasanya dianggap limbah yang sudah tidak digunakan pemiliknya dan diberikan secara cuma-cuma untuknya sebagai media menggambar. Meskipun notabenenya adalah limbah dan tanpa modal, tetapi ketika diberikan sentuhan-sentuhan seni berubah memiliki nilai ekonomis tinggi.“Seperti kaca bekas bus, saya cari di tempat loak. Sebenarnya mau saya beli, tapi sama pemiliknya suruh membawa saja, tidak usah dibayar,” katanya sambil menunjuk salah satu lukisannya dengan media bekas kaca bus.

- Advertisement -

Namun begitu, lanjut dia, lukis kaca yang puluhan tahun digelutinya ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, pernah ada seniman di Indonesia  getol membuatnya, dan biasanya yang digambar pada media kaca adalah tokoh pewayangan. Dia menyebutnya dengan lukis kaca tradisional. Secara pribadi, dia mencoba untuk membawa seni lukis kaca lebih modern. Caranya dengan melukis sesuai gagasan yang ingin dibuat oleh pelukisnya. Bisa sketsa wajah, bisa flora fauna, atau bisa tokoh pewayangan.

“Dengan media kaca, kita bisa melukis apa saja. Banyak pesanan sketsa wajah datang ke saya, ya tetap dibuatkan,” katanya.Lukisan kaca yang dia buat, banyak dibeli masyarakat dalam maupun luar Tulungagung. Beberapa lukisan kacanya juga dibeli oleh beberapa pejabat di Tulungagung. Namun, bukanlah cuan yang dipandang, karena melukis adalah hobi baginya dan bukan sumber utama ekonominya. Dengan begitu, meskipun telah nimbrung puluhan tahun, karya-karyanya tetap bisa eksis hingga sekarang. “Saya pernah ikut pameran.  Ada satu orang dari Jakarta yang datang pada pameran itu dan langsung membeli lukisan saya setelah melihat lukisan kaca saya. Waktu itu lukisan gambar Vespa,” tutupnya. (*/c1/din)


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/