Tulungagung – Tidak mudah untuk meramaikan Masjid Al-Muhajirin di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Tulungagung untuk ibadah selama bulan Ramadan. Namun, masjid yang diurus langsung oleh narapidana (napi) ini selalu penuh jemaah Tarawih.
Setelah memasuki pintu masuk Lapas Kelas IIB Tulungagung, terdengar suara tadarus dengan pengeras suara. Ternyata berasal dari Masjid Al-Muhajirin yang berada di dalam blok warga binaan pemasyarakatan (WBP). Terdapat belasan WBP atau napi yang mengaji hingga menjelang buka puasa.
Bahkan, ada yang terlihat sekadar beristirahat di serambi masjid. Selain itu, ada yang terlihat berolahraga pingpong untuk menunggu waktu buka. Ada juga yang melakukan cek kesehatan.
Kegiatan napi di dalam lapas ketika bulan Ramadan lebih padat daripada hari biasa. Seperti yang dirasakan oleh salah satu takmir Masjid Al-Muhajirin, Muhammad Muhtar, yang sudah lima tahun merasakan Ramadan di dalam lapas. Dia bersyukur masih bisa menunaikan ibadah puasa hingga sekarang.
“Kegiatan kami usai sahur. Ada taman pendidikan Alquran (TPA), mengajari ngaji para napi dari iqra hingga Alquran hingga pukul 10.00 WIB. Satu jam kemudian dilanjutkan pengajian yang diisi oleh Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Tulungagung,” ujar Muhtar.
Pengisi pengajian secara bergantian dari dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah (Satu) dan Pondok Pesantren Simo. Kegiatan itu hanya libur ketika Sabtu, Minggu, dan tanggal merah.Muhtar menuturkan, setelah pengajian, para napi ada yang tadarus hingga pukul 17.00 WIB. Berbeda dengan sebelum puasa, tadarus hanya dilakukan pagi hari. Lalu, berbuka dengan hidangan sederhana yang disajikam pihak lapas. Setelah itu dilanjutkan Tarawih dan tadarus lagi hingga pukul 22.00 WIB.
Dia merasa senang karena dalam tiga tahun terakhir masjid yang diurusnya di lapas ini keramaiannya meningkat. Bahkan, ketika salat Tarawih bisa sampai penuh hingga 100 jemaah. “Semakin tahun, peminat napi ke masjid meningkat. Ada napi yang memang ingin mendekatkan kepada Tuhan, juga untuk mengisi kegiatan, dan untuk mengisi catatan kebaikan dari lapas. Tadarus ini saja ada 10 hingga 15 orang bergantian,” ungkapnya.
Dia juga pernah menjadi imam Tarawih ketika petugas dari Kemenag berhalangan hadir. Berbekal rasa percaya diri dan telah cukup menguasai gerakan salat sehingga maju untuk memimpin salat.Ketika Idul Fitri, jemaah masjid meluber hingga halaman Masjid Al-Muhajirin. Bahkan, takmir harus menyediakan alas untuk tempat napi menunaikan ibadah salat Id dengan khusyuk. Setelah itu, berkumpul untuk mendengarkan pengumuman remisi.
Lalu untuk napi perempuan, kegiatan keagamaanya dilakukan secara terpisah dengan laki-laki. Tadarus dilakukan di gazebo di depan blok kamar napi perempuan dan Tarawih dipimpin oleh imam dari Kemenag.
“Saya di TPA, selain mengajari baca tulis Alquran, juga mengajari napi yang belum lancar salatnya. Sedikit sulit, karena banyak usia lebih dari 30 yang belum menguasai ilmu agama. Bahkan, ada yang mengeluh belum kenal bacaan alif,” tuturnya.Memang lebih sulit mengajari ilmu agama kepada orang tua daripada anak-anak. Namun, Muhtar senang karena mereka memiliki usaha dalam beragama. Selain itu, dia memang suka berbagi ilmu. (*/c1/din)