24.4 C
Tulungagung
Monday, March 20, 2023

Terciptanya Vaksin Masih Belum Bisa Menghentikan Penyebaran Covid-19

Ditulis oleh:

Yoga Satria Yanotama,

Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Malang

 

Setahun lebih pandemi Covid-19 belum juga menemui titik reda. Itu membuat masyarakat bertanya-tanya. Bahkan, beberapa meragukan kinerja pemerintah. Dengan diumumkannya kebijakan pelarangan mudi,k tetapi tidak melarang aktivitas di beberapa lokasi tempat wisata, membuat masyarakat semakin bingung dalam menerapkan kebijakan tersebut. Distribusi vaksin yang kurang merata serta pengetahuan tentang vaksin yang masih rendah menjadi indikasi keraguan akan tidak meredanya penyebaran virus tersebut.

Sehubungan hal tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menegaskan, pemberian imunisasi tersebut jangan sampai mengagetkan masyarakat luas, khususnya aparatur pemerintah. Menurut menkes, edukasi tentang masalah ini harus diberikan secara rutin, mengingat banyak yang terlantar pascaimunisasi.

Menkes menegaskan, vaksin tidak mengimunisasi masyarakat, tetapi membantu produksi imun tubuh dan mengurangi risiko infeksi hingga risiko kematian yang lebih serius. Perawatan ini berlanjut dengan menkes mengidentifikasi virus sehingga orang yang terinfeksi virus dapat pulih dengan cepat.

Dikutip dari republika.co.id, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy menegaskan terkait pemetaan sasaran vaksinasi. “Karena itu, saya mohon nanti mendapatkan perhatian terutama di dalam menetapkan poin peta siapa saja yang harus divaksinasi dan siapa yang boleh dianggap tidak berisiko kalau seandainya tidak divaksinasi. Terutama berkaitan dengan lokasi atau tempat mereka berada,” jelasnya.

Vaksin mandiri atau vaksin gotong royong yang diadakan oleh perusahaan swasta guna mendukung kebijakan pemerintah diyakini menjadi upaya untuk mengakselerasi vaksinasi di Indonesia. Terlebih Indonesia memiliki penduduk yang tidak sedikit dan belum seluruhnya mendapatkan vaksin. Semakin cepat vaksin bisa dibagikan kepada masyarakat, diharapkan semakin cepat pula terbentuknya kekebalan tubuh terhadap Covid-19.

Dikutip dari bisnis.com, Arya dalam diskusi Virtual Narasi Institute bertema “Beyond Vaksin Gotong Royonh” mengatakan, “Kalau dibilang mahal, Sinophram di Indonesia ini biayanya nomor dua termurah dibandingkan dengan negara lain. Di China satu dosis saja bisa US$31, sementara di Indonesia sekitar US$19 sampai US$21 yang ditambah biaya penyuntikan.”

Selain itu, ada Indonesia juga yang mengembangkan Vaksin Nusantara. Vaksin dari sel dendritik Covid-19 ini dikembangkan oleh para ilmuwan di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang bekerja sama dengan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc di California, AS.

Dikutip dari kompas.com, sel dendritik itu sendiri merupakan salah satu komponen sel darah putih yang bertujuan memicu sel imun lain di dalam tubuh. Tujuan dari pembuatan Vaksin Nusantara yaitu agar ketersediaan vaksin lebih menyeluruh karena lebih efisien dan pembuatannya yang mudah karena hanya mengolah sel darah putih itu sendiri menjadi vaksin.

Masih dari laman situs yang sama, dosen dan tim peneliti, Dr Yetty Movieta Nency SPAK mengatakan, vaksin ini terbilang cukup aman. “Aman karena memakai darah pasien sendiri dan memicu tubuh sendiri untuk menimbulkan kekebalan. Jadi insyaallah halal karena tidak mengandung komponen lain seperti benda-benda atau binatang. Harganya juga murah. Diperkirakan sekitar 10 USD atau di bawah Rp 200.000 setara dengan harga vaksin-vaksin lainnya.

Selama proses vaksinasi masih berlanjut, kita sebagai masyarakat Indonesia harus tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan yang ada selagi situasi belum memburuk. Sebab, vaksin bukan merupakan sesuatu yang vital untuk menghentikan penyebaran virus dalam sekejap. (*)

Ditulis oleh:

Yoga Satria Yanotama,

Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Malang

 

- Advertisement -

Setahun lebih pandemi Covid-19 belum juga menemui titik reda. Itu membuat masyarakat bertanya-tanya. Bahkan, beberapa meragukan kinerja pemerintah. Dengan diumumkannya kebijakan pelarangan mudi,k tetapi tidak melarang aktivitas di beberapa lokasi tempat wisata, membuat masyarakat semakin bingung dalam menerapkan kebijakan tersebut. Distribusi vaksin yang kurang merata serta pengetahuan tentang vaksin yang masih rendah menjadi indikasi keraguan akan tidak meredanya penyebaran virus tersebut.

Sehubungan hal tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menegaskan, pemberian imunisasi tersebut jangan sampai mengagetkan masyarakat luas, khususnya aparatur pemerintah. Menurut menkes, edukasi tentang masalah ini harus diberikan secara rutin, mengingat banyak yang terlantar pascaimunisasi.

Menkes menegaskan, vaksin tidak mengimunisasi masyarakat, tetapi membantu produksi imun tubuh dan mengurangi risiko infeksi hingga risiko kematian yang lebih serius. Perawatan ini berlanjut dengan menkes mengidentifikasi virus sehingga orang yang terinfeksi virus dapat pulih dengan cepat.

Dikutip dari republika.co.id, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy menegaskan terkait pemetaan sasaran vaksinasi. “Karena itu, saya mohon nanti mendapatkan perhatian terutama di dalam menetapkan poin peta siapa saja yang harus divaksinasi dan siapa yang boleh dianggap tidak berisiko kalau seandainya tidak divaksinasi. Terutama berkaitan dengan lokasi atau tempat mereka berada,” jelasnya.

Vaksin mandiri atau vaksin gotong royong yang diadakan oleh perusahaan swasta guna mendukung kebijakan pemerintah diyakini menjadi upaya untuk mengakselerasi vaksinasi di Indonesia. Terlebih Indonesia memiliki penduduk yang tidak sedikit dan belum seluruhnya mendapatkan vaksin. Semakin cepat vaksin bisa dibagikan kepada masyarakat, diharapkan semakin cepat pula terbentuknya kekebalan tubuh terhadap Covid-19.

Dikutip dari bisnis.com, Arya dalam diskusi Virtual Narasi Institute bertema “Beyond Vaksin Gotong Royonh” mengatakan, “Kalau dibilang mahal, Sinophram di Indonesia ini biayanya nomor dua termurah dibandingkan dengan negara lain. Di China satu dosis saja bisa US$31, sementara di Indonesia sekitar US$19 sampai US$21 yang ditambah biaya penyuntikan.”

Selain itu, ada Indonesia juga yang mengembangkan Vaksin Nusantara. Vaksin dari sel dendritik Covid-19 ini dikembangkan oleh para ilmuwan di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang bekerja sama dengan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc di California, AS.

Dikutip dari kompas.com, sel dendritik itu sendiri merupakan salah satu komponen sel darah putih yang bertujuan memicu sel imun lain di dalam tubuh. Tujuan dari pembuatan Vaksin Nusantara yaitu agar ketersediaan vaksin lebih menyeluruh karena lebih efisien dan pembuatannya yang mudah karena hanya mengolah sel darah putih itu sendiri menjadi vaksin.

Masih dari laman situs yang sama, dosen dan tim peneliti, Dr Yetty Movieta Nency SPAK mengatakan, vaksin ini terbilang cukup aman. “Aman karena memakai darah pasien sendiri dan memicu tubuh sendiri untuk menimbulkan kekebalan. Jadi insyaallah halal karena tidak mengandung komponen lain seperti benda-benda atau binatang. Harganya juga murah. Diperkirakan sekitar 10 USD atau di bawah Rp 200.000 setara dengan harga vaksin-vaksin lainnya.

Selama proses vaksinasi masih berlanjut, kita sebagai masyarakat Indonesia harus tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan yang ada selagi situasi belum memburuk. Sebab, vaksin bukan merupakan sesuatu yang vital untuk menghentikan penyebaran virus dalam sekejap. (*)


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/